Melisa yang manja

Cerita ini saya susun dari kisah seorang teman. Dia mengaku kejadiannya sudah cukup lama terjadi dan ingin mendokumenkan kisahnya. Meski memilukan, tetapi juga cukup membuat tegang.

Aku lama tinggal di Jerman. Sejak lulus SMA aku hijrah ke Jerman mengikuti abang ku yang sudah duluan berada di sana. Tinggal jauh dari tanah air dengan kebudayaan yang berbeda, pada awalnya agak susah menyesuaikan. Belum lagi menyesuaikan iklim yang di tempatku hanya ada musim hujan dan kemarau, di Jerman ada 4 musim, yang jika musim dingin rasanya sampai menusuk tulang.

Setelah sekitar 10 tahun tinggal di Jerman aku pulang ke tanah air tidak hanya membawa ijazah, tetapi juga memboyong wanita Jerman sebagai istriku. Sebenarnya kehidupan ku di Jerman sudah memadai dengan pekerjaan yang memberi penghasilan lumayan. Namun orang tuaku yang sudah sakit-sakitan memintaku untuk selalu berada di dekatku.

Beruntung aku di Indonesia bisa mendapat pekerjaan. Aku bekerja di instansi pemerintah yang jika dibandingkan gaji ku dengan di Jerman jauh sekali.

Untungnya aku mendapat pemberian sebuah rumah yang cukup bagus di Kebayoran Lama. Tempatnya tidak terlalu ramai dan cukup asri.

Singkat cerita, kehidupan rumah tangga ku kurang harmonis. Masalahnya karena pendapatanku kurang memadai untuk membiayai gaya hidup kami seperti di Jerman. Istri ku si bule Jerman kecewa dengan keadaan kami. Dia bersikeras untuk kami kembali lagi ke Jerman. Aku berat meninggalkan orang tuaku. Lagi pula aku kurang suka dengan cara bergaul orang-orang di sana. Pokoknya aku merasa lebih betah di Indonesia, meski gaji kecil.

Istriku akhirnya berkeras hati untuk kembali ke Jerman meski tanpa aku. Sudah berbagai cara kulakukan tetapi tidak berhasil. Kami sudah mempunyai buah hati 2 orang . Sisulung perempuan manis dan bungsunya adalah laki-laki yang lucu. Seingatku, ketika istriku hengkang balik ke Jerman si Sulung Melisa baru berumur 5 tahun dan bungsu Bastian 3 tahun.

Istriku Margareth akhirnya mengalah tidak membawa kedua anak kami. Dia membawa Bastian yang memang masih harus intensif di rawat ibunya. Melisa meski dekat dengan ibunya tetapi dia lebih lekat dengan ku.

Lama aku merasa terpukul dan kecewa setelah Margareth dengan teganya meninggalkanku.

Sejak Margareth angkat kaki, aku tidak berminat beristri lagi. Soal penyaluran hasrat sex, aku mempunyai banyak cara. Aku mempunyai banyak teman wanita yang bisa ditiduri kapan saja. Aku berprinsip, lebih baik membeli sate dari pada memelihara kambing. “Kambing Jerman “ telah membuatku kecewa berat terhadap wanita.

Sepeningalan Margareth, aku mengurus sendiri semua kebutuhan Melisa. Dia begitu kumanja. Jika aku bekerja dia diurus oleh pembantu. Pada awalnya semua kelihatan mudah diatur, tetapi persoalan mulai timbul ketika pembantuku mohon ijin pulang kampung karena dia akan dikawinkan oleh orang tuanya. Sejak itu aku sering berganti pembantu dan baby sitter. Menurut penilaianku , tidak ada yang cermat bisa mengasuh anakku Melisa.

Dengan berbagai pertimbangan akhirnya aku memilih tinggal di apartemen. Selain dekat dengan kota, dengan memilih service apartement, aku tidak terlalu membutuhkan pembantu. Aku memilih apartemen yang di bagian bawahnya terdapat supermaket, pusat perbelanjaan dan pusat rekreasi air. Fasilitas yang komplit itu untuk memanjakan Melisa. Aku tidak khawatir dia kelaparan, atau kesepian.

Kebetulan posisiku di pekerjaan juga semakin membaik, dan rumah hasil pemberian orang tua kujual untuk membeli apartemen berukuran 75m2. Dengan 2 kamar, kurasa sudah cukup untuk kami tinggali.

Itulah latar belakangkehidupanku. Ini aku ceritakan untuk lebih memahami jalinan cerita yang selanjutnya aku uraikan.

Sebagai single parent atas anak perempuan yang manis dan kini berumur 7 tahun menurutku susah-susah gampang. Gampangnya dia sangat penurut terhadapku, susahnya dia perempuan yang kebutuhannya kurang bisa aku ikuti, seperti model pakaiannya, sepatunya dan sebagainya.

Sejak ditinggal ibunya dia terbiasa tidur bersamaku. Dia memang anak manja. Bukan hanya minta tidur bersamaku, tetapi sering kali semua urusan mulai dari mandi sampai sarapan harus aku yang menyiapkan.

Dari dia masih kecil aku biasa mandi bersama. Ketika dia mulai masuk kelas 1 SD aku berusaha agar dia mandi sendiri. Hanya beberapa kali dia mau begitu. Selanjutnya dia minta mandi bersama ku atau paling tidak aku yang memandikannya.

Sudah ku beri pengertian bahwa Melisa sudah mulai besar, harus bisa mandi sendiri dan harusnya malu bertelanjang di depan papa. Entah karena sifat manjanya atau karena apalah, dia tidak mau mengerti, harus akulah yang memandikannya. Bila hari libur malah dia sering kali minta berendam bersama di jacuzzi.

Sampai dia berumur 8 tahun aku tidak ada masalah memandikannya dan mandi bersama, Tetapi setelah dia makin besar, dan tanda-tanda kewanitaannya mulai berkembang aku jadi merasa canggung. Menjelang umur 9 tahun lemak di pinggulnya sudah mulai berkembang. Buah dadanya juga sudah mulai menunjukkan akan membesar. Tapi dasar Melisa yang manja dia sama sekali tidak merasa malu meski bertelanjang di depanku dan selalu minta aku memandikannya.

Kadang-kadang ada juga gairah lelakiku timbul jika mandi bersamanya. Bagaiamana pun dia meski anak kandung sendiri , tetapi dia adalah wanita yang mulai memasuki masa puber.

Dari kecil dia suka mempermainkan kemaluanku. Menurut dia kemaluanku lucu, karena bisa membesar dan bisa mengecil. Celakanya setelah dia makin besar, aku jadi makin mudah terangsang jika dia memegang-megang kemaluanku ketika kami mandi bersama.

Jika dulu pertanyaannya soal sex yang sederhana bisa kujawab dengan menyelimurkannya. Setelah agak besar, dia protes menerima jawabanku yang terkesan asal-asalan. Pengetahuannya mengenai sex mungkin saja dia dapat dari pergaulan di sekolah atau dari bacaan. Jadi kalau aku jawab asal-asalan dia protes, karena dari sumber lain mengatakan tidak begitu. Sejak dia mulai paham soal sex, aku berusaha terbuka dan menjawab apa saja yang dia tanyakan.

Pada usia 9 tahun kehidupan ku berdua dengan Melisa mulai berubah.

Aku terbiasa tidur hanya mengenakan celana dalam dan celana boxer. Sering kali hanya mengenakan celana boxer tanpa celana dalam. Melisa sering protes. Dia membawa kebiasaannya dari kecil mengelus-elus jembutku dan membelai-belai senjataku kalau dia mau tidur. Tanpa itu, dan pernah aku cegah dia merasa susah tidur.

Akhirnys sering aku terpaksa tidur tanpa pakaian hanya bertutup selimut, hanya untuk memberi ruang kepada anakku mengikuti kebiasaannya. Pernah juga aku coba dia untuk mengelus-elus sikat sepatu. Tapi dia protes, karena terlalu kaku dan tidak ada penisnya.

Ini mungkin karena salah ku sejak awal. Sejak dia ditinggal ibunya, ketika susah tidur dia kuberi mainan untuk mengelus-elus jembutku dan membelai penisku. Rupanya dia menyenanginya dan terus berlanjut sampai sekarang.

Tapi sejak usianya makin beranjak ke remaja, dia tidak hanya mengelus, tetapi juga menggenggam-genggam penisku. Kalau sudah begitu, aku berusaha menekan nafsu birahiku yang timbul. Bagaimana pun dia adalah anak kandungku, aku tidak mungkin mencumbunya. Perasaaan itu selalu aku paksa tanamkan dalam benakku.Kadang-kadang aku tidak tahan juga, aku melampiaskannya hanya dengan memeluknya sambil tidur. Melisa merasa nyaman jika tidur dalam pelukanku.

Setelah dia tidur aku bangkit ke kamar mandi dan beronani untuk menetralkan nafsuku.

Suatu kali ketika aku sedang asyik beronani dia masuk kekamar mandi dan memergokiku sedang mengocok penisku. Dia bertanya, kenapa penisku di kocok. Aku tidak bisa menjawab lain kecuali menjelaskan bahwa aku bernafsu sehingga untuk menetralkan nafsuku harus ber onani. Penjelasan itu ternyata bukan mengakhiri kesulitanku, tetapi malah menambahnya. Melisa minta dia yang melakukan kocokan. Aku tidak punya alasan untuk menolaknya. Tapi di dalam pertimbanganku, kalau sekedar mengocok, rasanya aku tidak merusak apa-apa atas Melisa.

Kebiasaan mengocok itu ternyata berlanjut. Kalau awalnya dilakukan di kamar mandi, setelah itu dia melakukannya di tempat tidur. Aku jadi selalu menyiapkan tissu untuk menampung air maniku.

Aku sering kali lupa daratan ketika menjelang orgasme. Kadang-kadang aku meraba dada Melissa, atau kemaluannya. Itu aku lakukan ketika Melissa masih berpakaian lengkap. Jadi aku merabanya dari luar.

Dada Melisa memang belum menonjol, tapi sudah terasa agak empuk di situ. Jika kemaluannya memang masih seperti anak-anak, gundul dan menggunduk.

Anakku dianugerahi wajah yang cantik seperti ibunya, dengan rambut yang kecoklat-coklatan. Maklumlah dia anak blasteran. Tingginya juga diatas rata-rata anak seusianya.

Entah sebab apa, Melissa jadi ikut-ikutan tidur tidak berpakaian mengikuti caraku. Menurut dia lebih enak tidur berselimut dalam keadaan telanjang. Toh terhadapku dia sudah terbiasa telanjang, karena masih sering minta aku memandikannya atau kami mandi bersama.

Aku tidak bisa mencegahnya dengan mengatakan aku bisa khilaf jika aku telanjang memeluknya juga dalam keadaan telanjang. Jadi aku harus berjuang sendiri menentramkan birahiku. Inilah perjuangan yang makin lama makin berat.

Kalau tidur pun dia suka sekali memelukku dengan posisi berhadapan. Akibatnya penisku menempel tepat di depan kemaluannya. Malah kadang-kadang dia tidur setengah menelungkup diatasku, sehingga penisku jadi makin tertekan oleh kemaluannya.

Sulit aku mencegah posisi ini, karena Melisa anak manja, jadi semua kemauannya terpaksa aku turuti.

Jika timbul isengku yang diselimuti nafsu, penisku ku jepitkan diantara kedua pahanya. Rasanya memang nyaman sekali, karena kadang-kadang aku gerakkan sedikit maju mundur. Itu adalah tindakan ku yang paling kurang ajar sejauh ini. Aku sangat menahan diri agar tidak lebih jauh dari itu.

Aku juga merasa nyaman jika memeluk anakku saat tidur, rasanya teduh dan terlampias rasa kasih sayangku. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana selanjutnya, apakah aku mampu bertahan terus. Aku tidak berani membayangkan situasi yang lebih parah dari keadaan sekarang. Aku ingin menjalani apa yang sudah biasa kami jalani.

Suatu hari saat usai kami merayakan usia Melisa genap 9 tahun, saat kami tidur bersama dia meminta sesuatu. Dia minta aku memperbolehkan dia mencium penisku. Aku tanya dia, dari mana tahu informasi seperti itu. Kata dia dari teman-temannya di sekolah. Aku tidak habis pikir, bagaimana anak umur 9 tahun yang baru duduk di kelas 3 SD sudah membicarakan soal mengoral penis. Aku beri dia pengertian bahwa hal itu tidak boleh dilakukan terhadapku yang adalah ayah kandungnya. Tapi kali ini Melisa memaksa, bahkan dia merajuk dan duduk sendiri di ruang tamu sambil mukanya cemberut. Kalau sudah begini aku tidak bisa lain kecuali membujuknya baik-baik dengan membelainya. Tapi ini tidak mempan dia tetap merajuk. Demi dia tidak merajuk terus, aku terpaksa mengijinkannya.

Melissa bangkit dan melompat minta digendong ke tempat tidur. Sambil berjalan ke tempat tidur aku berpikir keras, bagaimana aku bisa menahan nafsu jika Melisa sudah melakukan sejauh itu.

Aku mengambil posisi telentang dan Melisa dengan segera mengecup semua bagian di kemaluanku termasuk kepala penisku yang sudah mengeras. Ternyata hanya itu saja yang dilakukannya. Aku tidak berusaha memberi pengarahan agar dia juga menghisap dan mengulum penisku. Aku selalu diingatkan oleh diriku sendiri bahwa dia adalah anak kandungku.

Keesokan malamnya dia minta lagi aku memperbolehkan seperti yang dia lakukan semalam. Aku menuruti saja kemauannya. Tapi kali ini dia tampaknya ada kemajuan, karena dia tidak lagi mencium, dia malah menghisap penisku. Penisku dilomotnya dan ujungnya dijilati. Aku jadi kelojotan mendapat perlakuan seperti itu, sampai-sampai akhirnya aku ejakulasi. Menjelang ejakulasi kepalanya kutarik menjauh dan aku segera menyambar tissu dan membekap semprotan maniku.

Aku jadi makin penasaran dengan lingkungan pergaulan anak kelas 3 SD, sampai-sampai ada pembicaraan cara mengoral.

Di bagian lanjutan cerita ini aku baru mendapatkan penjelasan mengenai informasi yang sampai ke anakku.

Setiap malam setelah itu aku selalu mendapat service dioral oleh anak kandungku sendiri. Namun itu hanya berlangsung 1 minggu. Selanjutnya Melisa minta aku mengoralnya. Aku sempat menolaknya, tapi dia tetap bersikeras, sehingga pertahananku luluh juga akhirnya. Gila aku harus mengoral anakku sendiri atas permintaan dia pula.

Melisa awalnya merasa geli ketika vaginanya aku jilat. Tetapi lama-lama dia mulai merasa nyaman dan terangsang. Setiap kali clitorisnya aku sapu dengan lidahku dia menggelinjang. Clitoris anak sekecil ini masih mudah ditemukan sehingga aku dengan segera bisa mengeksplorasinya. Melissa terus bergelinjang-gelilnjang sampai akhirnya dia membekapkan kepalaku dan kedua kakinya menjepit. Kemaluannya berdenyut, menandakan dia mendapat orgasme pertama seumur hidupnya.

Kenikmatan itu disenangi Melisa, sehingga setiap malam aku mendapat tugas baru mengoralnya. Jika hari libur bisa sampai 3 kali sehari dia minta dioral. Anak ini mungkin mewarisi nafsu sexnya dari ibunya. Margareth memang sangat aktif dan selalu dia yang meminta.

Sebulan lamanya kujalani kehidupan beroral dengan anak kandungku. Kehidupan kami makin mesra dan makin akrab.

Aku seperti disambar petir di siang bolong, ketika Melisa memaksa agar kemaluannya dimasuki oleh penisku. Untuk hal ini aku terpaksa harus bertahan sekuat mungkin. Keinginannya tidak aku turuti. Aku biarkan dia cemberut dan tidur terpisah dariku selama 2 malam. Dasar dia keras kepala dia terus cemberut jika bertemu dengan ku. Aku sangat menyayangi Melissa, tapi aku merasa tidak mungkin harus menyetubuhi anakku sendiri, meskipun dia yang meminta. Aku sudah beri dia pengertian sejelas-jelasnya bahwa kemaluannya masih kecil, belum berkembang, dan kemaluanku tidak muat, kalau dipaksakan pasti akan kesakitan. Tapi Melisa tetap keras kepala ingin mencoba. Dia tetap bertahan pada pendiriannya harus mencoba, soal nanti sakit atau bagaimana dia bilang itu urusan nanti.

Aku tidak tahan dicemberuti anakku berhari-hari. Dia adalah hartaku yang paling berharga. Akhirnya aku memberi kesempatan dia boleh mencoba, tetapi kalau terasa sakit dia harus bisa menerima.

Aku sudah tidak mengenal lagi diriku ketika kepala penisku ku tempelkan ke mulut vagina Melisa yang baru berumur 9 tahun. Aku menghujat diriku sendiri, tapi juga tidak tahu harus berbuat apalagi. Aku melumasi seluruh kepala penisku dan bibir vagina Melisa dengan K jelly. Ini hanya untuk mengurangi rasa sakit manakala bibir vaginanya terkuak. Kepala penisku kutekan ke vagina Melisa. Kepala penisku setengah tenggelam di vaginanya . Melisa meringis kesakitan. Ketika aku dorong untuk masuk lebih jauh lagi Melisa menarik pantatnya sehingga menyulitkan aku untuk maju. Dia meringis kesakitan. Aku menyudahinya dan kembali mengatakan kepadanya bahwa hal itu memang sakit, karena Melisa masih kecil. Dia akhirnya menerima dan mengakui bahwa vaginanya merasa perih.

Dua hari dia tidak minta dioral apalagi memintaku penetrasi. Selangkangannya terasa perih. Di hari ketiga dia mulai minta dioral lagi.

Seminggu setelah itu yang kuingat hari itu adalah hari Sabtu, Melisa memintaku kembali melakukan penetrasi. Aku tentu saja tidak bisa menolak dan berharap dia akan kapok selamanya karena pasti masih akan sakit. Di balik itu aku merasa heran, darimana pengetahuan anak ini sampai dia mempunyai keinginan bersetubuh. Menurtu usianya dalam alam pikiran anak seusia itu, umumnya belum punya keinginan sex sampai ingin berhubungan. Tapi nantilah, aku kemudian memang mendapat jawabannya. Karena kalau sekarang kutelisik dan kuselidiki, jawaban Melisa selalu kurang memuaskan dan tidak masuk akal.

Aku kembali mencoba melakukan penetrasi dengan terlebih dahulu melumasi dengan jelly. Ada kemajuan, kepala penisku bisa terbenam. Melisa memang meringis dan merasa sakit. Tapi anehnya dia minta aku terus maju . Lubang vaginanya terasa sangat sempit, dan aku berpikir, lubangnya nggak akan mampu berelastis mengembang menerima batang penisku. Tapi Melisa bersikeras agar aku terus menekan. Bahkan dia tidak lagi bergerak mundur seperti sebelumnya. Mimiknya mengernyit menahan sakit, tetapi dia minta aku terus maju. Aku turuti saja kemauannya. Agak sulit untuk masuk lagi. Aku kemudian menggerakkan batang penisku maju mundur sedikit. Dalam gerakan-gerakan itu, ternnyata penisku bisa lebih masuk lagi. Aku juga heran bahwa sepertiga penisku sudah berada di dalam vagina anakku sendiri. Kembali kau terus melakukan gerakan maju mundur, sementara Melisa masih meringis menahan rasa sakit. Meski maju mundur terasa lancar dan sempit, tetapi penisku tidak bisa masuk lebih dalam. Selaput dara di dalam vagina Melisa menghalangi penisku masuk lebih dalam.

Aku akhirnya sampai ejakulasi dengan hanya memasukkan sebagian penisku . aku memuntahkannya di dalam. Melisa belum mendapat mensturasi, jadi dia belum mempunyai benih untuk dibuahi.

Aku terbaring di sampingnya dengan rasa puas sekaligus bersalah. Melisa mengambil tissu dilapkannya ke vagiannya yang belepotan air maniku. Dia melihat tissu. Dia mengatakan tissunya tidak ada darahnya. Kata teman-temannya kalau penis masuk ke vagina pertama kali akan berdarah. Aku jelaskan bahwa selaput dara Melisa belum pecah, jadi tidak ada darah.

Penisku yang juga belepotan dibersihkannya dengan tissu. Lalu diremas-remas. Mendapat perlakuan itu penisku kembali membengkak, apalagi kemudian Melisa mengoralku. Penisku jadi bangkit kembali mengeras 80 persen.

Aku diam saja dan berpura-pura tidur. Sesungguhnya aku juga ngantuk setelah mendapat ejakulasi tadi.

Apa yang dilakukan Melisa adalah mengolesi jelly ke penisku dan ke memeknya. Dia mengangkangiku, memegang penisku diarahkannya memasuki lubang vaginanya. Sejauh ini dia berhasil memadukan kedua jenis kelamin . Sampai pada posisi yang tepat dia merendahkan badannya. Penisku pelan-pelan masuk menyeruak. Didalam vagina Melisa licin karena bekas cairan maniku tadi. Dia berusaha terus menekan ke bawah sampai akhirnya kembali mentok di selaput daranya.

Anak ini agak gila juga mungkin, dengan menutup mata dia paksakan penisku masuk lebih jauh ke dalam lubang vaginanya. Dengan gerakan menghentak ditekannya badannya kebawah sehingga aku juga terkejut, karena terasa penisku seperti menerjang sesuatu didalam. Penis masuk makin dalam. Melisa meringis kesakitan. Air matanya mengalir dari sudut matanya. Badannya ambruk ke tubuhku. Aku bertanya sakitkah. Dia hanya mengangguk lemah.

Dengan gerakan perlahan-lahan kubalikkan tubuhku sambil menjaga agar penisku tidak lepas dari lubang vaginanya. Setelah posisinya lega, aku menarik pelan-pelan penisku dan mendorong lagi pelan. Melisa meringis kesakitan, tapi tampaknya dia ingin bertahan. Aku melanjutkan genjotanku perlahan-lahan, sampai kurasa lancar. Sekitar 10 gerakan maju mundur aku baru merasakan lubangnya agak lancar. Kurasa Melisa belum bisa merasakan nikmat kecuali masih ada rasa sakit. Aku melakukannya perlahan-lahan sampai akhirnya dia tidak lagi merasa terlalu sakit.

Terasa sekali lubangnya sempit. Penisku pun tidak kupaksa masuk sepenuhnya. Terasa lubang vaginanya belum mengembang sempurna. Jepitan sempit vagina Melisa membuatku tidak mampu bertahan lama. Sekitar 5 menit aku sudah memuntahkan maniku.

Tuntaslah sudah dan sempurnalah aku menggauli anakku sendiri. Aku bingung mencari siapa yang paling bersalah dalam keadaan ini. Tetapi, aku merasa yang paling bersalah, karena tidak mampu mencegah permintaannya sampai terjadi sejauh ini.

Setelah semua reda aku memberi pengertian kepada Melisa, agar kejadian ini sangat dirahasiakan dan jangan ada yang sampai mengetahui. Sebab jika tidak aku bisa masuk penjara. Melissa berjanji dan dia mengangguk lemah.

Semimggu lamanya kami berhenti melakukan aktifitas sex. Melisa mengaku kemaluannya perih, sehingga untuk buang air kecil pun dia merasa sakit. Itu berlangsung sekitar 3 hari sejak keperawanannya pecah.

Selama seminggu itu pula aku diliputi rasa kehawatiran yang sangat. Aku gelisah dan sulit berkonsentrasi dan juga sulit tidur. Namun kuperhatikan, Melisa tidak terlihat kesan dia menyesal. Anak ini mungkin tidak tahu apa yang telah diperbuatnya.

Setelah seminggu cuti, Melisa kemudian masih memintaku menyetubuhinya. Masih ada rasa sakit, katanya tetapi tidak terlalu. Dia merasa sakit pada awal penetrasi saja, setelah itu Melisa malah menggoyangkan pinggulnya. Dia kelihatannya mulai bisa menikmati permainan .

Sejak penetrasi lancar aku sulit menolak permintaannya yang hampir tiap hari. Pada hari libur malah bisa sampai 3 atau 4 kali. Aku benar-benar dibuatnya kewalahan. Mungkin karena masih teralu kecil. Melisa agak sukar mencapai orgasme. Aku lebih sering kalah . Kalau sudah gitu aku melakukannya dengan oral maupun tangan. Dia kalau sudah kugarap dengan tangan bisa sampai mencapai keupasan optimal dengan mencapai orgasme vaginal.

Sejak aku mengintimi anakku sendiri, aku sudah tidak lagi berkelana ke lain perempuan. Aku bahkan rada kewalahan menghadapi nafsu Melisa kecil yang nafsunya ternyat besar.

Suatu hari dia minta izin aku untuk menerima temannya menginap. Katanya mereka akan bermain di arena permaianan air, di lantai bawah. Hari itu memang hari Jumat, sehingga libur Sabtu dan Minggu akan mereka manfatkan untuk rekrasi ke mall maupun taman bermain.

Aku kembali mengingatkan Melisa untuk menjaga rapat-rapat rahasia kami. Pada hari Jumat mungkin sekitar jam 3 sore saat aku sudah kembali ke rumah, Teman Melisa diantar ayahnya datang ke Apartement ku. Teman Melisa memperkenalkan diri, Shinta dan Ayahnya yang kelihatannya keturunan Cina memperkenalkan namanya Chandra.

Aku dan Chandra kemudian terlibat obrolan. Dia pengusaha yang cukup sukses dalam bidang alat-alat berat. Namun kehidupan rumah tangganya gagal, seperti juga aku. Istrinya kabur kecantol laki-laki bule. Istrinya kini tinggal di Canada bersama si bule.

Karena merasa senasib, kami jadi cepat akrab. Kami bertukar pengalaman bagaimana repotnya menjadi single parent. Aku membatasi pembicaraan agar jangan sampai terendus bahwa aku telah menggauli anakku sendiri.

Namun Chandra kayak ember, ngocor terus, dia cerita bagaimana dia sampai sekarang masih memandikan Shinta, bahkan anak satu-satunya itu tidur bersamanya. Aku hampir saja terlepas untuk menceritakan hal yang sama. Untung remnya masih bagus jadi aku tidak sampai menceritakan hal sama mengenai keluargaku. Sampai disitu aku mulai menduga, jangan-jangan anaknya juga dia gauli. Tapi aku tidak berminat mencing informasi itu. Chandra pun tidak juga menguak soal kehidupan itu.

Setelah sekitar 2 jam kami ngobrol, Chandra berpamitan pulang. Dia tinggal di Kemang dan sebenarnya di rumahnya juga ada kolam renang. Tetapi Shinta lebih senang berenang di tempatku, karena fasilitas permainannya lebih beragam.

Sekitar jam 7 malam mereka sudah kembali ke apartemen sambil menenteng junk food. Kuperhatikan Shinta cukup cantik, kulitnya putih, rambutnya lurus seperti wanita cina pada umumnya. Namun dia lebih gemuk sehingga meski dia seusia Melisa, tetapi kelihatan lebih montok. Tidak terlalu gemuk sih, tapi mungkin karena dia tidak setinggi Melisa jadi kelihatan gemuk.

Mereka masuk ke kamar yang sebenarnya kusiapkan untuk kamar Melisa. Aku masih asyik menonton siaran TV. Tapi karena acara tidak ada yang menarik, aku memutuskan untuk nonton di kamar saja sambil tiduran.

Nonton TV sambil tiduran akhirnya aku ditonton TV alias ketiduran. Aku terbangun karena merasa diciumi anakku. Dia lalu meminta maaf berkali-kali pada ku. Sampai disitu aku tidak bisa menduga apa yang dia inginkan.

Akhirnya dia bercerita bahwa dia membuka kehidupan kami kepada Shinta. Aku bagai digetok palu besi di kepala, mendengar pernyataan Melisa. Tapi buru-buru Melisa menjelaskan bahwa Shinta juga melakukan hal yang sama. Bahkan dia lebih awal dan dari Shintalah Melisa mendapat pengetahuan. Aku jadi terdiam.

Aku ketika ngobrol dengan Chandra tadi memang menduga mereka terlibat incest. Dugaanku ternyata benar.

Shinta minta izinku agar boleh mengundang Shinta untuk tidur bersamaku. Aku awalnya risih, tapi Melisa mengiba-iba, sehingga aku sulit menolaknya. Setelah aku mengangguk Melisa langsung lompat sambil berteriak yes.

Tidak lama kemudian Melisa bergandengan dengan Shinta masuk ke kamar ku . Mereka berdua mengenakan piyama.

Shinta agak malu menghadapiku. Melisa lalu berusaha mencairkan kekakuan. Melisa menceritakan apa yang pernah diceritakan Shinta kepadaku. Menurut cerita Shinta, dia telah diperawani ayahnya sejak umur 8 tahun. Sebelumnya ayahnya selalu melakukan hubungan anal. Seingat Shinta dia dibegitukan ayahnya sejak kelas 1 SD.

Dari situ baru terbuka rahasia mengapa anakku begitu canggih mengajukan bujukan sex kepada ku . Ternyata cerita Shinta lah yang menginspirasinya, sehingga dia ingin mencoba apa yang dirasakan Shinta.

Sampai di situ Shinta masih malu. Meskipun dia selalu menjawab semua pertanyaanku.

Entah ide darimana, malam itu Melisa mengajak Shinta berendam di bak jacuzzi ku. Mereka lalu masuk ke kamar mandi, sedang aku kembali menonton TV.

Mungkin ada 10 menit mereka berada di dalam kamar mandi, Melisa lalu keluar sambil bertelanjang. Dia menarikku untuk gabung ber jacuzzi. Aku seperti biasa tidak bisa menolak ajakan Melisa.

Aku masuk lalu begitu saja melepaskan pakaianku. Aku memang belum mandi malam. Kami berendam bertiga di bak sambil bertelanjang. Shinta teteknya terlihat mulai tumbuh. Aku merangkul mereka berdua di kanan-kiriku, sambil bergurau. Namun ditengah gurauan itu, tangan Melisa meraih batang penisku yang masih lemas. Dikocoknya batang itu sampai akhirnya menegang. Aktifitas itu tentu saja diketahui Shinta. Tetapi dia tenang-tenang saja. Melisa kemudian meraih tangan Shinta dan dituntunnya agar menggenggam penisku. Dia memerintahkan agar Shinta mengocok penisku.

Sejak anakku membujukku menyetubuhinya, aku sekarang jadi pedopil, sekaligus pelaku incest. Aku menerobos batas kepatutan yang selama ini kuanut seperti kebanyakan orang. Aku seperti sudah berada di dunia lain yang menerobos semua tanda larangan.

Kutarik Shinta ke pangkuanku dan aku merangkulnya dan mencium bibirnya. Sementara itu penisku yang sudah tegak sempurna kuarahkan ke lubang vagina Shinta. Kemaluannya aku belum sempat melihatnya, tetapi sekarang kepala penisku sudah mulaimenerobos masuk. Pelan-pelan dalam keadaan kami terendam air penisku mulai ambles ditelan lubang vagina shinta. Aku merasa memasuki raga Shinta relatif lebih mudah dari pada memasuki anakku sendiri. Mungkin dia sudah sangat sering digenjot papanya.

Shinta bereaksi menaik turunkan badannya sambil tangannya menggelantung di leherku. Sensasi luar biasa di dalam air. Air berkecipak tumpah tak menentu sudah tidak aku perdulikan Aku benar-benar bagai kesurupan menyantap Shinta.

Lama-lama aku merasa kurang nikmat karena kosentrasiku agak kacau dengan air yang sering menciprat ke muka ku. Pelan-pelan aku mengatur posisi untuk bisa berdiri sambil membopong Shinta. Aku berhasil berdiri, sedangkan kedua kaki Shinta melingkar ke pinggangku. Aku pindah duduk ditoilet bowl. Shinta pada posisi kupangku. Setelah aku jenak dengan posisi dudukku. Shinta mulai menggenjot maju mundur. Ia bergerak dengan irama nafsu. Shinta terlihat sudah bisa merasakan hubungan badan. Kepalanya di tengadahkan sambil bergelantungan tangannya ke leherku dia memacu dan menggenjotku pada posisi yang dia rasa nikmat. Shinta tidak hanya diam, dia mengerang membuat nafsuku bertambah tinggi. Mungkin ada 5 menit berpacuk dipangkuanku sampai dia mencapai orgasme yang panjang. Dia sampai melengking ketika orgasme menyergapnya. Ia jatuh memelukku erat sekali, sedang di bawah sana vagina kecilnya berdenyut-denyut. Penisku yang berukuran normal-normal saja seperti diurut.

Shinta lemas seperti tak bertulang. Aku bopong dia dan kumasukkan ke dalam bak jacuzzi. Sementara itu anakku Melisa yang sedari tadi menyaksikan pertandingakn kerengkuh dan kupangku. Dia paham dan tangannya segera mencocokkan posisi kepala penisku memasuki gerbang vaginanya. Tidak terlalu sulit, penisku sudah menyelam ke dalam vagian kecil yang sempit. Mungkin Melisa terinspirasi oleh gerakan Shinta dia mulai melakukan gerakan naik turun, maju mundur seperti yang dilakukan Shinta dia pun mendesis desis menikmati kesedapan yang disalurkan dari vaginanya. Aku jadi makin tinggi rasanya semua indraku menerima rangsangan. Melisa mungkin sudah sangat terangsang melihat adegan aku dengan Shinta, dia liar sekali bergerak sampai akhirnya menjerit ketika bersamaan dengan aku semprotkan spermaku.

Aku merasa terkuras tenagaku. Rasanya banyak sekali kalori yang terbakar dalam kegiatan nikmat ini. Aku kembali ketitik nol, yang aritnya bisa berpikir waras. Namun bagaimana mau waras jika bertiga telanjang dalam satu bak. Kami menyudahi sportsexbath. Rasanya setiap kali mengalami orgasme yang sempurna mata cepat sekali mengantuk. Kami segera mengeringkan badan dan bertiga bugil menyusup ke dalam selimut.

Mungkin hanya dalam hitungan detik aku yang terbaring diantara kedua gadis cilik ini sudah terlelap.

Sampai hari Minggu, selama Shinta menginap di Apartemenku, aku benar-benar jadi budak sex begundal-begundal kecil ini. Kami melakukan berbagai gaya dan elampiaskan semua fantasi sex ku.

Minggu siang aku bersiap-siap dengan pakaian rapi, karena papa Shinta akan datang menjemput. Kami kembali kebumi dengan pakaian normal, ketika bel pintu berbunyi. Shinta langsung lompat ke gendongan papanya. Dia ditanya papanya apakah menyenangkan menginap di tempatku.

Jawaban Shinta dengan antusias menyebutkan asyik sekali. Chandra kupersilahkan masuk. Dia bertanya apakah selama Shinta menginap telah menyusahkan. Tentu saja aku jawab tidak sama sekali.

Tiba-tiba Chandra bangkit dan menyalamiku lalu memelukku. Aku sementara itu masih bingung. Kenapa jadi begini. Chandra menepuk-nepuk punggungku. Dia menyatakan bahwa chemistry kami sama. Aku makin bingung sampai dia mengatakan bahwa Shinta apakah telah melayaniku dengan baik.

Seperti orang kestrum, aku baru sadar bahwa semua yang dilakukan Chandra tadi berkaitan dengan kegiatan sex olah anaknya. Aku baru sadar bahwa selama ini terlalu bodoh dan lugu. Kalau Melisa dan Shinta sudah saling bertukar pengalaman masing-masing , mana mungkin Shinta tidak menceritakannya ke papanya. Astaga jadi papanya tahu ketika ia datang tempo hari.

Aku jadi malu dengan kemunafikan ku tempo hari. Akhirnya meledaklah tawa kami berdua. Kami bangkit kembali dan bersalaman lalu berangkulan lagi.

Aku segera mengeluarkan dua botol bir dingin.Dua botol bir sudah masuk ke perut kami.Aku mengeluarkan lagi red wine dan kami meneruput hampir segelas seorang. Alkohol yang masuk ke dalam saraf kami segera mengurangi kesadaran. Rasa enggan, malu dan rikuh sudah tersingkir. Mulanya Chandra menarik Melisa dan dia segera menicum bibir Lisa dengan ciuman yang dalam, Aku pun menarik Shinta dan melakukanhal yang sama. Tak lama kemudian kami sudah bugil berempat. Melisa mengulum penis Chandra, Aku mengoral Shinta. Kami kemudian memacu budak-budak kecil di karpet sampai mengerang-erang. Setelah jeda sejenak karena mendapat orgasme masing-masing , kami keblai dirangsang oleh kedua gadis-gadis kecil. Sampai kekuatan kami pulih lagi dan memacu anak-anak kami berganti ganti. Kami akhirnya pindah ke kamarku yang bednya cukup luas untuk kemudian lelap tertidur dalam selimut.

Aku baru tersadar setelah diluar gelap. Perut terasa lapar. Aku menyabar telepon untuk memesan piza. Kami mengganti kalori yang dihabiskan tadi dengan makan pizza berempat.

Sebelum berpamitan Chandra mengundangku untuk sekali waktu menginap di rumahnya melanjutkan pesta.

Ketika aku berkesempatan menginap di rumahnya, kami kembali melampiaskan nafsu liar kami sampai main di kolam renang.

Kami akhirnya menjadi pasangan swinger, tetapi menswing anak-anak kami.

0 Response to "Melisa yang manja"

Posting Komentar