Nikmatnya macet

Persimpangan ini tidak bisa aku hindarkan. Meskipun macet dan antriannya panjang, aku harus melewati persimpangan ini. Kemacetan paling parah aku bisa tertahan setengah jam untuk lolos dari lampu merah.
Tapi umumnya antrian untuk lolos sekitar 15 menit.. Meski cuma 15 menit, tetapi menunggu lolos lampu merah rasanya cukup menyiksa. Aku bayangkan 15 menit di jalan tol mungkin aku sudah bisa lebih jauh dari Cibubur, atau dari Pondok Indah mungkin sudah keluar di BSD..
Tiba-tiba kaca mobilku diketok-ketok oleh pengamen. Anak ini memang sering aku kasih uang , kadang-kadang sisa-sisa kue dan uang. Ia jadi seperti langganan.
“Oom lagi nglamun yaa……..’ kata anak itu ketika kaca kubuka.
Anak ini tampaknya mulai tumbuh menjadi gadis kecil. Paling tidak di dadanya sudah mulai terlihat tonjolan sebesar buah duku.
Hari itu aku kebetulan tidak punya uang receh 1000 an, juga tidak ada kue atau kacang. Kuperiksa kantong atasku ada selembar 5000 an.. “Masak kasi 5000, bandar bisa rugi lama-lama,” kataku dalam hati.
Selagi bingung mencari uang kecil mobil depan ku maju sekitar 30 m. Aku pun bergegas mengikuti arus maju. Anak ini cerdik juga dia naik ke footstep yang memang ada di samping mobilku sehingga dia ikut melaju perlahan ke depan. Karena kaca jendela terbuka maka dia mengapitkan kedua tangannya ke bagian dalam jendela mobil. Secara tidak sengaja teteknya yang baru numbuh menekan lengan kanan ku.
Aku tergugah dan ketika mobilku berhenti lagi di antrian., dia tetap bergayut dan hampir setengah badannya masuk ke dalam mobil..
“Kamu mau nggak 5000,”
“Mau dong Oom”
“Tapi oom pegang ya tetek mu,”
“Ih oom genit, malu kan oom banyak orang,”
“Kalau oom pegang gini siapa yang liat,” kataku sambil tangan kananku beraksi menekan tetek kirinya.
“Aduh oom, sakit,” katanya.
Aku memang kurang kontrol menekan terlalu keras, maklum situasi darurat .
Dia nampaknya tidak keberatan teteknya ditekan-tekan dari luar bajunya, mungkin mendapatkan 5000 baginya lebih berharga daripada harus mempertahankan teteknya tidak kusentuh.
“Eh jangan cerita ke temen-temen lu kalau gua kasih 5000, nanti gua nggak mau kasih lagi kalau lu nggak jaga rahasia,”
“ Beres bos,” katanya sambil turun dan senyum-senyum.
Aku pun melaju lolos dari lampu merah.
Acara pegang tetek jadi kegiatan rutin, dan caranya sama yakni dia bergayut di mobil ku dan mobil bergerak perlahan-lahan mengikuti antrian. Setelah 4 kali mungkin aku bisa merogoh teteknya dari bagian bawah bajunya. “Rasanya empuk dan mengkal,”
Aku tidak melihat dia bereaksi terangsang atau apa lah. Dia hanya senyum senyum sambil nyodori tetek kecilnya. Lama-lama bosan juga aku megangin tetek tetek buah duku, karena jadi hafal bentuk dan besarnya, jadi tidak ada sensasi lagi.
“Jangan gantungan entar jatuh, gua bisa ditangkep polisi nanti , masuk aja deh duduk di samping gue sini,” kata ku suatu kali setelah dia akrab.
Tanpa pikir panjang dia berputar dan langsung membuka pintu.
Kebetulan jalan hari ini macet berat, jadi antrian makin panjang.
“Sekarang oom mau kasih 10000, tapi oom mau pegang memek mu, mau nggak,”
“Ih malu ah oom,”
“Kan oom nggak buka baju lu , oom cuma ngrogoh aja sebentar, gimana mau ?”
Dia berpikir sebentar lalu, “ Jangan lama-lama ya oom”
Segera saja tangan kiri ku menuju sasaran dan menyelinap dari bagian atas celana dalamnya.
Aaah jembutnya belum ada, masih gundul dan mekinya cembung . Pelan-pelan aku cari lubang vaginanya dan terasa masih rapat sekali. Dengan jari tengah aku gesek perlahan-lahan.
Sialan mobil depan sudah maju jauh sekali. Terpaksa tangan kiri kulepas untuk mengubah posisi persneling.
“Udah ya oom”
“Belum sebentar lagi dong”
Kini sandaran kursi aku agak rebahkan sehingga posisi tangan ku lebih leluasa. Dan aku tidak mengubah posisi persneling diposisi 2. Kaki kiriku terpaksa bertahan menginjak kopling.
Asyik banget rasanya. Sekitar 1 menit aku sudahi dan aku tegakkan lagi senderan tempat duduk, dan 10000 pun berpindah tangan..
Jari tengah tangan kiri ku rada-rada bau amis.
Ritual itu hampir tiap hari kulakukan, dan uang 10000 sudah disiapkan sebelumnya.
Tidak setiap kali dia naik aku selalu merogoh. Kadang-kadang bosan juga. Tapi dia tetap naik di samping kiri ku. Kesempatan sekitar 15 menit mengantri kemacetan kugunakan mengorek kehidupannya.
Dia anak sulung , tinggal hanya bersama ibunya dan 2 adiknya serta seorang nenek. Ibunya bekerja sebagai buruh cuci. Mereka mengontrak rumah petak dengan bayaran per bulan 300 ribu. Neneknya terlalu tua dan sering sakit-sakitan. Anak ini meski baru berusia sekitar 11 tahun, tetapi dengan ngamen di lampu merah dia menjadi andalan keluarganya untuk sumber kehidupan di rumah mereka.
Ayahnya tidak jelas kemana. Dari ngamen setiap hari dia bisa mengumpulkan minimal 20 ribu dan kalau lagi nasib baik bisa sampai 50 ribu. “ Tapi itu jarang oom, belum tentu sebulan sekali,” katanya.
Meski baju yang lusuh dan aroma anak jalanan yang kecut, tetapi anak ini punya bibit bagus. Wajahnya cukup manis dan badannya cukup proporsional.
Dia mengaku masih sekolah kalau pagi. Dia ngakunya baru kelas 3. Bagi anak gedongan umur 11 tahun mungkin sudah kelas 5. “ Saya dulu sempat brenti setahun, nggak ada biaya sih oom.”
Mengamen membuat dia bisa kembali sekolah. Dia mengaku berangkat dari rumahnya sekitar 5 orang, semuanya anak kecil-kecil dan salah satu adiknya perempuan berumur 7 tahun.. Mereka tinggal bertetangga. “ paling rame kalo sore oom banyak yang kasih duit, kalo siang jarang sih, abis jalannya nggak gitu macet sih,” katanya.
Sekitar sebulan aku jadi lebih mengenal dirinya dan memahami lingkungan hidup keluarganya.
Suatu hari hujan rada gerimis dan lampu merah mati. Akibatnya kemacetan parah sekali. Aku masih jauh dari titik pertemuan pick up yang biasa. Mungkin sekitar 500m lebih hulu. Dari jauh kulihat Wiwik, begitu dia memperkenalkan namanya berjalan melawan arus mobil yang sedang antri. Dia kelihatannya diikuti oleh gadis sebayanya . Lalu dengan tanpa canggung kedua-duanya masuk ke kursi depan. Mungkin karena masih kecil mereka muat duduk di kursi depan berdua. Wiwik di sebelah dalam dan temannya di sebelah luar.
Kaca mobilku memang tidak tembus pandang, jadi aman-aman saja.
“ Oom ini temen wiwik, kasihan dia oom “
“Kenapa”
“Udah 3 bulan nggak bayar sekolah, mau dikeluarin kalau besok nggak bayar,”
“Maaf ya oom saya akhirnya cerita sama dia tentang oom, katanya dia mau kayak saya, yang penting bisa bayar sekolah,”
“Berapa butuhnya,” kataku sambil memutar otak mengatur skenario.
“Seratus ribu,”
“Pinjem dulu deh Oom ,” kata wiwik setengah merayu ku
Kulirik ke kiri, boleh juga cukup manis, Cuma agak gemuk sedikit. Badannya kelihatan rada sekel.
“Emang wiwik cerita apa,” Tanya ku.
“Ya gitu deh oom dipegang-pegang’
“ Apa kamu nggak malu kalau oom pegang-pegang,”
“ Biarin deh oom daripada dikeluarin dari sekolah.
“ Orang tuamu kerja apa kok sampai lambat bayaran sekolah”
“Bapak udah 2 tahun dirumah, sakit stroke, Ibu jualan gado-gado di rumah”
“abang saya masuk penjara, ketangkep narkoba, tauk keluarnya kapan, katanya sih lama,”
Kamu anak keberapa?”
“Kedua”
Sekarang klas brapa”
“Saya klas 4”
Umur”
“12 tahun”
Aku jadi termenung, ngenes juga mendengar kisah anak ini.
Kami terdiam sesaat.
“Ayo dong oom cepetan” katanya menyadarkan lamunananku.
“Cepetan ngapain,” kata ku berlagak bloon.
“Pegang,” katanya.
“Lu udah pernah pa belom dipegang-pegang.”
“Ya belom oom , kan aku masih kecil
“Tik turunin celana lu , Oom ini gimana caranya biar senderannya kebelakang,” kata wiwik.
Aku rebahkan senderan kursi itu. Wiwik aku suruh melompat ke kursi belakang.
Dari belakang wiwik menyergah temannya.
“Ayo cepetan, “
Atik dengan agak ragu menurunkan celana dalamnya dan mengangkat kaosnya. Tersembullah sepasang gundukan di dadanya yang agak besar, mungkin sebesar bola pingpong, lebih besar dari wiwik punya. Dan di bawahnya juga gundul seperti wiwik tetapi kelihatannya lebih menonjol. Mungkin si Atik agak gemuk, maka memeknya juga tembem.
Tangan kiri ku segera beroperasi. Mula-mula bagian atas, setelah puas lalu bagian bawah. Mungkin karena waktunya agak panjang, sang memek menjadi lembab dan lama-lama jadi basah. Atik terangsang karena sentuhan ku terpusat di clitnya.
100 ribu melayang.
Sejak itu aku diservice atau menservice 2 anak itu. Kemacetan lampu merah jadi kurang lama rasanya, sehingga kencan jadi memanjang dengan masuk ke wilayah 3 in 1. .
Mereka berdua sudah tidak canggung lagi mempertotonkan bagian yang paling rahasia, kencan unik ini mungkin sudah berjalan 3 bulan.
“ Oom ajak kita jalan-jalan dong ke Ancol, kita belum pernah liat dufan oom”
Aku terhenyak.Anak umur 11 tahun, mengajak aku berkencan ke Dufan.
Kalau hanya ke Dufan aku jengah juga. Menggembala 2 anak , sedang aku di usia ku rasanya tidak cocok punya anak sekecil ini.
Kendala lainnya, kalau aku jalan dengan mereka, terlihat benar kesenjangannya, sehingga orang segera tahu bahwa anak-anak itu bukan keluarga ku.
Jadi aku harus dandani mereka sehingga mereka tampil sesuai dengan suasana di Dufan dan agar tidak terlihat juga kesenjangan di antara kami. Aku bukan mau itung-itungan, tapi biaya yang dikeluarkan untuk one day trip itu lumayan besar juga.
Sebelum terlanjur nggak ketentuan arah dan aku tidak bisa mengontrol, perlu rasanya ada penelusuran lebih jauh.
“ Kalian selama ini kan dapat duitnya banyak, apa orang tua kalian nggak curiga”
“Nggak tuh” kata Atik.
“Sekarang malah aku yang beli beras, minyak tanah, gula kopi segala, abis nyak dapetnya nggak seberapa. Katanya orang yang nyuciin baju sekarang agak sepi’ ujar Wiwik..
“Kalo misalnya oom beliin baju baru, apa orang tua lu pada nggak curiga,”
“Boro-boro curiga, malahan kalau bisa emak juga minta dibeliin baju,” kata Atik.
“Ya nyak gua juga malahan keliatan seneng kalo aku bisa beli baju ,” ujar Wiwik.
Dalam hati aku membantin sedih. Begitu kerasnya kehidupan ini sampai-sampai ada keluarga yang terpaksa menyandarkan sumber pendapatannya dari anak yang seharusnya belum waktunya berpikir menafkahi keluarga.
Akhirnya aku setujui berpelesir ke Dufan. Aku pengin dandani mereka agar bisa tampil cantik dan imut seperti anak-anak orang berada. Rasanya sih kedua anak ini kalau didandani bakalan bagus.
Eksekusi ditetapkan hari sabtu dan pick up point di depan supermaket Hero. Jam disepakati , 9 pagi.
Aku agak terlambat karena kesiangan bangun, sehingga sampai di meeting point jam 9.30.
Oom kemana aja sih kita udah lama nunggunya, sampai kepanasan. Atik berceloteh. Dia memang lebih agresif dibanding Wiwik.
“Ya oom kesiangan, abis tadi malam ngelembur”
“Ngelembur apa lembur,” kata atik menggoda.
“Buset anak ini berani amat melontarkan godaan yang berisi.”

Aku memilih Milenia untuk membeli perangkat mendadani dua anak pengamen ini. Mereka senang dan bingung menentukan pilihan. Lirikan menyelidik dan ada nuansa curiga terpancar dari pramuniaga yang melayani. Mereka mungkin memikirkan apa hubunganku dengan dua anak kumuh itu.
Di mobil tadi sebelum turun belanja, aku instruksikan ke anak-anak itu agar nanti di depan umum jangan panggil aku Oom, panggil Pakde. Rasanya ada kesan yang beda antara sebutan Oom dengan Pakde. Paling tidak panggilan Pakde bisa rada memositifkan kesan, dari pada oom.
Aku pilihkan mereka dua stel masing-masing jean biru dengan T Shirt, dan celana pendek cerah dengan atasan tank top. Kami berkeliling sekitar 2 jam sampai mereka bisa ganti kulit komplit. Mulai dari sepatu, kaus kaki, celana, kaus sampai ikat rambut kini sudah mereka miliki.
Tampilan mereka kini sudah modis, dan tidak terlihat lagi sebagai anak jalananan. Aku atur agar mereka berganti baju di toilet.
Hampir sejuta lenyap untuk mendadani dua anak ini.
Sesampai di Dufan keadaan agak lengang. Jam 1 siang tour de dufan dimulai. Jam 5 mereka sudah lelah dan akhirnya mengajak pulang.
Aku menyarankan berenang sampai jam 7 biar badan segar dan capeknya ilang. Saran itu mereka sambut dengan antusias, tapi mereka tidak punya baju renang.
Tak masalah di Gelanggang Renang ada baju renang untuk seukuran mereka.
Kami lalu menuju Gelanggang renang dan mengambil kamar bilas keluarga. Baju renang sekaligus dengan kacamatanya, sudah membuat mereka bergembira setengah mati.
“Oom wiwik nggak bisa berenang,”
“Atik juga oom”
Ya kita nanti cari yang dangkal aja, disitu belajar renang.
Dadaku berdebar-debar dalam perjalanan menuju kamar ganti keluarga. Membayangkan situasi nantinya .
Di dalam kamar ganti aku segera melepas semua pakaian ku kecuali celana dalam. Mereka aku minta telanjang . Permintaan itu tentu saja tidak canggung mereka lakukan karena memang sudah terbiasa selama ini.
Kami pun bertiga telanjang dan batangku segera saja berdiri tegang.
“Iih om ngaceng ya”
“Iya nih abis liat kalian cantik-cantik telanjang sih”
Oom boleh pegang nggak , tanya Atik.
“Pegang aja”
Keduanya lalu mendekat dan meremas.
Aku duduk di lantai kamar mandi bersandar dinding.
Keduanya merasa lucu melihat bentuk penisku dengan topi baja yang memerah karena ereksi maksimum.
Setelah rasanya hampir nembak aku minta mereka berhenti dan sekarang aku giliran mengobel-obel keduanya.
“Enak nggak sih di kobel gini,”
“Enak-enak geli oom, kata wiwik.
“Mau yang lebih enak lagi nggak,”
Gimana Oom, tanya Atik.
Aku dudukkan Atik di tempat yang lebih tinggi sehingga aku bisa bersimpuh diantara kedua kaki ku.
“Diem ya “ kataku
Aku jilati sekitar kemaluan Atik .
“Ih geli oom”
Aku tidak memperdulikan sambil tanganku meremas perlahan kedua tetek kecilnya.
Kini jilatanku terpusat ke clitnya dan bertahan disitu sampai dia mengelinjang-gelinjang.
Atik lost control dia melenguh dan nafasnya memburu.
“Aduh oom……….” tiba-tiba kedua kakinya menjepit kepalaku dan vaginanya berdenyut.
“Kenapa Tik,” tanya wiwik
Wiwik terdiam sebentar menuntaskan orgasmenya , “gila enak banget..
“Aku juga dong oom protes Wiwik.
Aku perintahkan wiwik mengantikan tempat Atik dan segera aku eksekusi. Kurang dari 5 menit Wiwik pun mengerang tertahan dan menjepit kepalaku.
Kini giliran ku minta di sepong. Mereka pertama protes, jijik, katanya. Tapi sisa nafsu yang tertinggal di dalam diri mereka dan hasutan ku agar perbuatan kita seimbang akhirnya keduanya mau juga bergantian menghisap batang ku yang sudah mengeras sempurna.
Tidak sampai 2 menit semburan larva putih melesat. Aku belum tega melepas cairan putih itu di dalam mulut mereka.
Kami mandi di pancuran bertiga, bercanda dan berpeluk-pelukan di bawah semburan air.
Acara selanjutnya tentu berenang. Di depan umum aku tidak berani terlalu akrab dengan mereka. Apalagi kalau mereka nanti secara tidak sengaja panggil-panggil aku Oom. Sebelumnya aku sudah tekankan di kolam renang kita seperti nggak kenal ya , jadi jangan panggil-panggil aku. Kalau memang perlu banget pake isyarat aja dan ngomong pelan-pelan.
Apa kata dunia kalau orang disekelilingku tau aku menggembala dua gadis cilik.
Udara malam membuat kami tidak bisa bertahan lama di kolam renang. Hanya sejam akhirnya kami mentas. “Dingin ya oom” kata wiwik lirih.
Kami kembali ke kamar bilas.
Disitu kami telanjang lagi dan kembali berpeluk-pelukan.
Mereka berdua bergantian aku ciumi dan remas-remas teteknya serta memeknya.
“ Oom kayak tadi lagi dong, enak,” kata wiwik.
“ Iya oom enak deh,” sambung Atik.
Aku akhirnya menjadi slave kedua anak kecil ini melayani mereka berdua bergantian sampai puas.
“Sekarang giliran oom kalian layani”
“ Aku buka handuk yang setengah basah di lantai kering sebagai alas dan atik serta Wiwik kuperintahkan berbaring .”
Pertama aku mencoba memasukkan senjataku ke lubang kenikmatan wiwik.
“Oom mau ngewek aku ya,” kata Wiwik.
“ Ini lebih enak, dari pada dijilati,” kata ku.
“Masak sih oom, apa muat barang nya oom masuk ke memek ku,” kata wiwik
“Ya kita coba aja, pelan-pelan,”
Memang susahnya bukan main. Hanya untuk membenamkan kepala topi baja saja rasanya seperti nabrak lubang buntu. “ Kayak nggak ada lubangnya, sebab sang topi baja ini meleset terus.
Kucoba melumuri ludah di ujung barang kesayanganku . Baru jalan agak licin, kepala barang bisa tepat berada di lubang kenikmatan wiwik.
“Aduh oom perih oom, kata wiwik agak meringis dan dari matanya meleleh air mata.”
Sabar sebentar lagi pasti enak. Aku berusaha terus membenamkan barang ku sampai akhirnya menembus segel. Terasa ada yang pecah di dalam dan Wiwik menjerit kecil sambil menarik pantatnya menjauh . Aku bisa membenamkan 100 persen barang ku dan kubiarkan dia terbenam agak lama untuk penyesuaian. Setelah Wiwik tidak merasakan perih lagi, perlahan-lahan mulai ku goyang .Sempitnya luar biasa memek perawan 11 tahun ini. Sampai sampai barang ku seperti kejepit pintu. Aku mulai bisa agak lancar mendorong dan menarik barang ku. Tapi Wiwik masih merasa sakit.
Akhirnya kutarik semua barang ku dan kusuruh Wiwik istirahat.
Atik yang dari tadi memperhatikan pergumulan kami, rupanya ikut terangsang.
“Tik sekarang giliran mu, Aku buka lebar lebar kakinya dan aku tekuk sehingga lobang memeknya merekah merah.”
Barang ku yang agak merah, mungkin terkena darah perawan Wiwik aku lumari kembali dengan ludah. Posisi Atik mengangkang lebar memudahkan kepala kontolku menemukan lubangnya. Meski pun begitu untuk memasukkan kepala saja, harus penuh dengan perjuangan dan kehati-hatian. Masalahnya kalau diperlakukan kasar, anak ini bisa menangis kesakitan.
Pelan-pelan ku desakkan kepala kon ku ke dalam meki Atik yang tembam. Relatif penerobosan memek Atik lebih mudah meskipun kemudian masih terhalang, seperti menemukan jalan buntu.
Selaput perawan Atik aku terobos pelan-pelan. Tak urung Atik pun menjerit kecil ketika perawannya pecah. Air matanya juga meleleh. Dia meringis menahan sakit.
Semua barang kesayanganku terbenam dan aku pelan-pelan memompa. Memek perawan memang luar biasa sempitnya . Topi baja ku sampai terasa ngilu seperti mau dilepas saja rasanya.
Aku tidak berani bergerak maju mundur telalu jauh. Sempit banget sih, jadi ngilu juga rasanya. Jepitan memek perawan membuat aku tidak bisa bertahan lama. Larva pijar berwarna putih tidak bisa dibendung lagi dan akhirnya menyembur di dalam memek Atik.
Aku tidak khawatir mereka hamil, karena keduanya belum mendapat haid.
Setelah ritual penting itu kami kembali mandi bertiga di bawah pancuran.
“ Oom perih nih oom” kata Atik.
Iya oom kalau kencing rasanya perih.”
Coba kalian jalan.
Mereka agak kaku melangkah karena ada rasa sakit diselangkangannya.
Jam 9 malam mereka ku lepas di dekat tempat tinggalnya. Masing-masing kugenggami limaratus ribu. Aku berpesan kepada mereka, jika orang tua mereka Tanya soal uang, baju dan sepatu, bilang mereka mendapat bapak asuh.
Memang akhirnya mereka menjadi anak asuh ku.
Setiap bulan aku beri lima ratus ribu dan kalau kami berkencan ku beri dua ratus. Kami sering main bertiga. Dan pertemuan itu rutin setiap minggu, hanya beda hari saja.
Atik dan Wiwik bahkan memperkenalkan teman sebayanya yang katanya juga butuh duit. Pertama semua peluang kenalan teman sebayanya kulayani, ada yang lebih cantik ada yang kurang cantik. Aku dapat perawan sampai lebih dari 10 dalam waktu setengah tahun.
Sampai akhirnya aku bosan dan menolak tawaran mereka. Sebab ternyata banyak sekali yang ditawarkan, sampai-sampai aku kewalahan.
Atik dan Wiwik sampai sekarang masih menjadi anak asuhku, Dari ku mereka setiap bulan setidaknya mendapat sekitar 1,5 juta.
Aku pun akhirnya diperkenalkan kepada orang tuanya. Dan orang tuanya sangat berterima kasih karena aku mau mengangkat anak asuh dari anak mereka.
Kalau dulu aku yang melayani mereka, sekarang aku berperan pasif, mereka lah yang mengolah dan melayaniku.
Pernah suatu kali aku membuat sensasi dengan membawa 10 anak . Aku menyewa apartemen yang bisa disewa harian . Resepsionis apartemen mengira aku menggembala para keponakan . Padahal mereka semua “kepenakan”
Kami menginap semalam di situ dan selama itu kami hidup bertelanjang dan orgy setiap aku ngaceng. Gila aku seperti Raja Minyak, Atau mungkin Pangeran Caligula yang dikelilingi cewek-cewek telanjang.
Suatu saat nanti akan akan mengajak 2 teman-teman ku penggemar pedo untuk join melakukan orgy party. Kalau mereka kuat sih aku mau ajak ke Bali selama seminggu. Aku belum bisa membayangkan gimana serunya kalau kejadian itu bisa menjadi kenyataan.

0 Response to "Nikmatnya macet"

Posting Komentar